Minggu, 05 Mei 2013

Legenda Telaga Pasir

Oleh: Khussy Alfarisi | Editor: Dian
Kehidupan di desa kecil (http://services.flikie.com/)

Telaga Pasir atau lebih dikenal dengan nama Telaga Sarangan terletak di lereng Gunung Lawu di Kabupaten Magetan. Ada legenda tentang telaga ini.

Alkisah pada jaman dahulu, ada sepasang suami istri bernama Kyai Pasir dan Nyai Pasir. Mereka tinggal di lereng gunung Lawu. Gunung yang lahannya subur, hutannya terjaga. Mereka hidup hanya berdua tanpa anak. Walau begitu mereka bahagia. Setiap hari mereka pergi ke ladang untuk bercocok tanam.

Hingga suatu hari setelah mencangkul, Kyai Pasir beristirahat di bawah rindangnya pohon sambil menikmati bekal yang dibawakan istrinya. Angin yang semilir membuatnya mengantuk. Akhirnya dia memutuskan untuk pulang ke rumah. Tetapi saat dia bangkit, dia melihat dua butir telur yang ukurannya tidak biasa. Besar. Rejeki, itu yang dipikirkan oleh Kyai Pasir. Akhirnya dia memungut kedua butir telur itu dan membawanya pulang.

Dengan langkah girang dia sampai di rumah. Istri yang setia menemaninya itu menyambut kedatangannya dengan wajah terheran-heran. Mengapa suaminya kelihatan gembira?
“Ada apa, Pak? Kok, kelihatannya gembira sekali,” Nyai Pasir duduk di balai-balai depan rumah sambil mengangsurkan kendi air kepada suaminya. Kyai Pasir meletakkan cangkulnya dan meletakkan bungkusan di atas balai-balai. Diteguknya air pemberian isterinya. Air kendi memang menyegarkan. Kendi itu ditaruh di samping tempat dia duduk. “Apa itu, Pak?” Nyai Pasir meraih bungkusan yang tergeletak dan membukanya. Dia kaget, dilihatnya ada dua butir telur yang besar. Dia kelihatan gembira. “Wah, Bapak dapat ini dari mana?”

“Tadi waktu hendak pulang, saya menemukan itu Bu. Masaklah untuk lauk kita nanti,” Kyai Pasir membaringkan dirinya.

“Baiklah Pak. Bapak istirahat saja dulu. Saya masak telur ini dulu,” Nyai Pasir bangkit sambil membawa kedua butir telur itu ke dapur. Wah, malam ini makan enak, itu yang dipikirkannya.

Ilustrasi telur (http://www.openclipart.org)
*
Beberapa saat kemudian, Nyai Pasir membangunkan suaminya. “Pak, bangun. Makanan sudah siap. Ayo kita makan, Pak.”

Kyai Pasir membuka matanya dan bangkit. Dia belum bisa membuka matanya dengan benar, mungkin masih mengantuk. Diseret langkahnya ke dalam rumah karena mencium bau harum makanan yang sudah dihidangkan isterinya.

“Wah….. Baunya harum, Nyi. Isteriku ini memang jago memasak ya?” Kyai Pasir tersenyum. Nyai Pasir memberikan piring tanah liat kepada suaminya. Nasi putih hangat dan telur bakar. Pasti nikmat. Apalagi ada sambalnya. Kyai Pasir segera mengambil nasi dan menguliti telur. Mereka berbagi telur satu-satu. Nikmat yang mereka rasakan hari itu. Setelah selesai makan, mereka duduk sebentar. Perut rasanya penuh. Nyai Pasir juga tidak segera membereskan sisa makanan mereka.

Sambil mengipas-ngipas tubuhnya yang gerah dengan kipas bambu, mereka berdua merasakan ada yang aneh di tubuh mereka. Semakin lama semakin terasa panas. Seluruh tubuh terasa gatal. Mereka menggaruk tubuh mereka hingga akhirnya tidak kuat dan berteriak meminta pertolongan. Mereka bergulingan di tanah. Berputar-putar sambil menggosokan badan mereka ke tanah.

Semakin lama tiba-tiba tubuh mereka keluar sisik. Mulai dari kaki hingga akhirnya seluruh tubuhnya. Mereka semakin meronta dan berputar di tanah. Tanah tempat mereka bergulingan menjadi sebuah lubang besar dan semakin dalam. Semakin lama semakin dalam dan mengeluarkan air hingga meluap dan membentuk sebuah telaga. Setelah itu dari dalam air itu muncul dua naga yang merupakan penjelmaan dari Kyai dan Nyai Pasir.

Tlogo Pasir atau Telaga Pasir, lebih dikenal dengan Telaga Sarangan
Hingga saat ini, banyak penduduk setempat yang sering melihat siluet naga muncul dari dalam telaga. Cerita ini pun turun temurun sering diceritakan dan menjadi sebuah legenda bagi masyarakat di sekitar Telaga Pasir.
***
Moral cerita:  janganlah mengambil barang yang bukan menjadi hak milik kita kalau tidak ingin kena masalah nantinya.
*Berdasarkan cerita yang turun temurun diceritakan dan dipercaya. Saya ceritakan kembali dengan gaya bercerita saya sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar