tag:blogger.com,1999:blog-58975923599228306842024-03-05T06:28:29.570-08:00kumpulan cerita legendaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-58723122235332869092013-05-06T23:57:00.005-07:002013-05-06T23:57:34.169-07:00Legenda Si Phit LidahTersebutlah kisah seorang pangeran dari daerah Sumidang bernama
Serunting. Anak keturunan raksasa bernama Putri Tenggang ini,
dikhabarkan berseteru dengan iparnya yang bernama Aria Tebing. Sebab
permusuhan ini adalah rasa iri-hati Serunting terhadap Aria Tebing.
<br />
Dikisahkan, mereka memiliki ladang padi bersebelahan yang dipisahkan
oleh pepohonan. Dibawah pepohonan itu tumbuhlah cendawan. Cendawan yang
menghadap kearah ladang Aria tebing tumbuh menjadi logam emas. Sedangkan
jamur yang menghadap ladang Serunting tumbuh menjadi tanaman yang tidak
berguna.<br />
Perseteruan itu, pada suatu hari telah berubah menjadi perkelahian.
Menyadari bahwa Serunting lebih sakti, Arya Tebing menghentikan
perkelahian tersebut. Ia berusaha mencari jalan lain untuk mengalahkan
lawannya. Ia membujuk kakaknya (isteri dari Serunting) untuk
memberitahukannya rahasia kesaktian Serunting.<br />
Menurut kakaknya Aria Tebing, kesaktian dari Serunting berada pada
tumbuhan ilalang yang bergetar (meskipun tidak ditiup angin).
Bermodalkan informasi itu, Aria Tebing kembali menantang Serunting untuk
berkelahi. Dengan sengaja ia menancapkan tombaknya pada ilalang yang
bergetar itu. Serunting terjatuh, dan terluka parah. Merasa dikhianati
isterinya, ia pergi mengembara. <br />
Serunting pergi bertapa ke Gunung Siguntang. Oleh Hyang Mahameru, ia
dijanjikan kekuatan gaib. Syaratnya adalah ia harus bertapa di bawah
pohon bambu hingga seluruh tubuhnya ditutupi oleh daun bambu. Setelah
hampir dua tahun bersemedi, daun-daun itu sudah menutupi seluruh
tubuhnya. Seperti yang dijanjikan, ia akhirnya menerima kekuatan gaib.
Kesaktian itu adalah bahwa kalimat atau perkataan apapun yang keluar
dari mulutnya akan berubah menjadi kutukan. Karena itu ia diberi julukan
si Pahit Lidah.<br />
Ia berniat untuk kembali ke asalnya, daerah Sumidang. Dalam
perjalanan pulang tersebut ia menguji kesaktiannya. Ditepian Danau
Ranau, dijumpainya terhampar pohon-pohon tebu yang sudah menguning. Si
Pahit Lidah pun berkata, “jadilah batu.” Maka benarlah, tanaman itu
berubah menjadi batu. Seterusnya, ia pun mengutuk setiap orang yang
dijumpainya di tepian Sungai Jambi untuk menjadi batu.<br />
Namun, ia pun punya maksud baik. Dikhabarkan, ia mengubah Bukit Serut
yang gundul menjadi hutan kayu. Di Karang Agung, dikisahkan ia memenuhi
keinginan pasangan tua yang sudah ompong untuk mempunyai anak bayiAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-61592043325733912632013-05-06T23:53:00.002-07:002013-05-06T23:53:48.874-07:00Legenda Joko KendilPada zaman dahulu, hiduplah seorang wanita dengan anak laki-lakinya.
Anak itu mempunyai bentuk fisik yang aneh. Badannya mirip dengan periuk.
Karena itulah orang menyebutkan Joko Kendil*.
<br />
Walaupun tubuh Joko tidak normal, ibunya mencintainya apa adanya. Ia
juga tak pernah menyesali nasib anaknya. Apa pun yang diminta Joko, ia
selalu berusaha mengabulkannya. <br />
Joko tumbuh sebagai anak yang bahagia. Ia dikenal sebagai anak yang
jenaka. Tapi kadang-kadang Joko juga nakal. Ia sering ke pasar, lalu ia
duduk di dekat pedagang. Pedagang mengira, Joko itu sebuah periuk.
Sehingga ia menaruh sebagian makanannya di atas tubuh Joko. Ia juga
sering menyelinap ke pesta. Orang menyangka Joko itu periuk biasa,
sehingga orang itu menaruh makanan di sana. Kemudian dengan diam-diam
Joko pulang dan membawa makanan untuk ibunya. <br />
Ibu Joko marah melihat kenakalan Joko. Ia menyangka Joko mencuri.
Joko lalu menjelaskan, kalau semua orang menyangka dirinya periuk.
Ibunya pun tertawa mendengarnya. <br />
Ketika Joko tumbuh dewasa, tubuh Joko tetap mirip periuk. Tapi yang
mengherankan, Joko justru meminta ibunya mencarikan istri untuknya.
Tidak tanggung-tanggung, Joko menginginkan putri raja sebagai istrinya.
Tentu saja Ibunya kaget sekali. “Ingat Joko, kita ini orang miskin. Lagi
pula, apakah kau tidak menyadari bentuk tubuhmu?” tanya Ibunya. “Jangan
khawatir, Ibu. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja. Sekali lagi,
saya minta tolong, agar Ibu melamar putri raja untuk dijadikan istriku,”
ujar Joko menghibur Ibunya. <br />
Dengan hati penuh keraguan, Ibu Joko pergi menghadap Raja. Raja
mempunyai tiga putri yang cantik. Ibu Joko mengungkapkan keinginan
anaknya pada Raja. Raja sama sekali tidak marah mendengar penuturan Ibu
Joko. Sebaliknya, Raja meneruskan lamaran itu pada ketiga putrinya. <br />
Putri Sulung mengatakan, “Saya tak sudi, Ayahanda. Saya menginginkan
suami yang kaya raya.” Putri Tengah mengatakan, “Suami yang saya
inginkan? Seorang raja seperti Ayahanda.” Berbeda dengan ketiga
kakaknya, Putri Bungsu justru menerima pinangan itu dengan senang hati.
Raja sangat heran. Tapi karena Putri Bungsu sudah setuju, ia tak dapat
mencegah pernikahan itu. <br />
Sayangnya, Putri Bungsu selalu diejek kedua kakaknya. “Suamimu
berjalan mirip bola menggelinding,” ejek Putri Sulung. “Suamimu mirip
tempayan air,” ejek Putri Tengah. Putri Bungsu sedih. Tapi ia berusaha
sabar dan tabah. <br />
Suatu hari, Raja mengadakan lomba ketangkasan. Tapi Joko tidak bisa
ikut. Ia mengatakan pada Raja, badannya sakit. Lomba ketangkasan itu
diikuti banyak orang penting seperti para pangeran dan panglima. Mereka
berlomba naik kuda dan menggunakan senjata. Tiba-tiba datang seorang
ksatria gagah. Ia sangat tampan dan tangkas menggunakan senjata. <br />
Putri Sulung dan Putri Tengah senang sekali melihatnya. Mereka jatuh
cinta pada ksatria itu. Ia kembali mengejek adiknya, karena terburu-buru
menikahi Joko Kendil. <br />
Putri Bungsu pun berlari ke kamarnya sambil menangis. Di sana ia
melihat sebuah kendi. Karena kesal, ia membanting kendi itu hingga
berkeping-keping. <br />
Ksatria gagah itu masuk ke dalam kamar Putri Bungsu. Ia mencari
kendi, tapi kendi itu sudah hancur. Lalu ia melihat Putri Bungsu
menangis tersedu-sedu. “Ada apa istriku?” tanyanya. Tentu saja Putri
Bungsu kaget. Bukankah suaminya adalah Joko Kendil? Lalu ksatria itu
menceritakan dirinya yang sebenarnya. Ia sebenarnya Joko Kendil,
suaminya. Ia selama ini harus memakai pakaian dalam bentuk kendi. Tapi
ia dapat kembali menjelma menjadi ksatria kalau seorang putri mau
menikah dengannya. <br />
Begitu tahu kalau ksatria tampan itu Joko Kendil, betapa menyesalnya
Putri Sulung dan Putri Tengah. Sebaliknya dengan Putri Bungsu, ia
menjadi sangat bahagia bersama Joko Kendil yang telah menjelma menjadi
pria yang rupawan. <br />
*Orang Jawa menyebut periuk = kendil.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-89183574198506318152013-05-06T23:35:00.003-07:002013-05-06T23:35:59.973-07:00Legenda Malik Angkeran Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang
benama Sidi Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya
atau Batara Guru menghadiahinya harta benda dan seorang istri yang
cantik. Sesudah bertahun-tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang
mereka namai Manik Angkeran.<br />
<br />
Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun
dia mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering
kalah sehingga dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya,
malahan berhutang pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang,
Manik Angkeran meminta bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi
Mantra berpuasa dan berdoa untuk memohon pertolongan dewa-dewa.
Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi Mantra, di kawah Gunung Agung
ada harta karun yang dijaga seekor naga yang bernarna Naga Besukih.
Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau mernberi sedikit hartanya.”<br />
<br />
Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan.
Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil
membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih.
Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud
kedatangan Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar
emas dan intan. Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon
diri. Semua harta benda yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran
dengan harapan dia tidak akan berjudi lagi. Tentu saja tidak lama
kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik Angkeran sekali lagi
minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak untuk membantu
anakya.<br />
<br />
Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari
Gunung Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca
mantra tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi,
dia hanya membawa genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.<br />
<br />
Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan
gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah
Naga mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, “Akan
kuberikan harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk
mengubah kelakuanmu. Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.”<br />
<br />
Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di
hadapannya. Tiba-tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena
ingin mendapat harta lebih banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor
Naga Besukih ketika Naga beputar kembali ke sarangnya. Manik Angkeran
segera melarikan diri dan tidak terkejar oleh Naga. Tetapi karena
kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi abu sewaktu jejaknya
dijilat sang Naga.<br />
<br />
Mendengar kernatian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak
terkatakan. Segera dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya
anaknya dihidupkan kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat
kembali seperti sediakala. Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat
memulihkan ekor Naga. Setelah Manik Angkeran dihidupkan, dia minta maaf
dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi Mantra tahu bahwa anaknya
sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka tidak lagi dapat
hidup bersama.<br />
<br />
“Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam
sekejap mata dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air
yang makin lama makin besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya,
Sidi Mantra membuat garis yang mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang
tempat itu menjadi selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau
Bali.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-17740292712605197692013-05-06T23:33:00.001-07:002013-05-06T23:33:12.077-07:00Legenda Asal Mula Gunung Batu BanawaKonon pada jaman dahulu kala, di Desa Pagat, Kalimantan Selatan,
hiduplah seorang janda tua bernama Diang Ingsung dengan seorang anaknya
yang bernama Raden Penganten. Kehidupan mereka berdua diliputi dengan
rasa kasih sayang, karena keluarga itu hanya terdiri dari dua orang
sehingga tidak ada anggota keluarga lain tempat membagi kecintaannya.<br />
<br />
Kehidupan mereka sangat sederhana. Mereka hanya hidup dari alam
sekitarnya, tanaman hanya terbatas pada halaman rumahnya, demikian pula
perburuannya terbatas pada binatang-binatang yang ada di sekitar desa
mereka.<br />
<br />
Karena itulah maka pada uatu hari Raden Penganten berminat untuk
pergi merantau, mencari pengalaman dan kehidupan baru di negeri orang.
Demikian keras kehendak Raden Penganten, sehingga walaupun ia
dihalang-halangi dan dilarang ibunya, ia tetap juga pada kemauannya.<br />
Akhirnya, si ibu hanya tinggal berpesan kepada anak satu-satunya yang
ia kasihi, agar anaknya membelikan sekedar oleh-oleh apabila anaknya
kembali dari perantauan. Maka, berangkatlah Raden Penganten ke sebuah
negeri yang jauh dari desanya. Di sana ia dapat memperoleh rezeki yang
banyak, karena selalu jujur dalam setiap perbuatannya. Di sana ia dapat
pula menabungkan uangnya hingga dapat membeli barang-barang yang
berharga untuk dapat dibawa kembali kelak. Di perantauan, Raden
Penganten dapat pula menikah dengan seorang putri dari negri tersebut
yang cantik paras mukanya.<br />
<br />
Demikianlah maka Raden Penganten dapat tinggal di perantauannya,
untuk beberapa tahun lamanya. Pada suatuketika timbullah niat Raden
Penganten untuk kembali ke negerinya dan menjumpai ibunya yang telah
lama ia tinggalkan.<br />
<br />
Dibelinya sebuah kapal, lalu dipenuhi dengan barang-barang. Pada saat
yang telah ditentukan, berangkatlah ia bersama istrinya menuju kampung
halaman di mana ibunya tinggal. Berita kedatangannya itu terdengar pula
oleh ibunya. Ibunya yang sekarang telah tua, dengan sangat tergesa-gesa
datang ke pelabuhan untuk menjemput anaknya yang tercinta.<br />
<br />
Namun ketika sampai di pelabuhan, betapa kecewanya hati Diang
Ingsung, jangankan mendapat oleh-oleh yang dipesannya dulu, mengakui
dirinya sebagai ibu yang telah melahirkannya pun, Raden Penganten tidak
mau. Rupanya, di depan istrinya yang cantik jelita, ia merasa malu
mengakui Diang Ingsung yang telah tua renta dan berpenampilan sangat
bersahaja itu sebagai ibunya.<br />
<br />
Betapa besar rasa kecewa dan sakit hati Diang Ingsung. Tapi ia masih
berusaha menginsafkan anaknya yang durhaka itu, tapi Raden Penganten
tetap membantah dan tetap tidak mau mengakui ibunya itu. Ia malahan
membelokkan kapalnya mengarah ke tujuan lain meninggalkan pelabuhan dan
Diang Ingsung yang hancur hatinya karena perbuatan anaknya yang durhaka.<br />
<br />
Dengan hati yang penuh diliputi rasa kecewa dan putus asa, Diang
Ingsung lalu memohon kepada yang Maha Kuasa agar anaknya mendapat
balasan yang setimpal dengan kedurhakaan terhadap dirinya.<br />
<br />
Seketika itu juga datanglah badai dan topan menghempaskan kapal Raden
Penganten hingga pecah menjadi dua. Tentu saja seluruh isi kapal itu
termasuk anaknya yang durhaka tenggelam dan binasa. Adapun bekas pecahan
kapal itu kemudian berunah menjadi gunung batu yang kemudian dinamakan
Gunung Batu Banawa.<br />
<br />
<strong>Pesan Moral Cerita Rakyat Kalimantan Selatan Asal Mula Gunung Batu Banawa</strong> :<br />
Perbuatan durhaka terhadap orang tua sangat dimurkai oleh Tuhan. Seorang
anak seharusnya berbakti, mengasihi dan menyayangi orangtua yang telah
melahirkan, mengasuh dan membesarkannyaAnonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-85444424467139521872013-05-06T23:29:00.001-07:002013-05-06T23:29:22.181-07:00Legenda Balikpapan Suku Balik
Di zaman dahulu kala di Kalimantan hiduplah suatu kaum yang dikenal
dengan nama suku Balik, suku itu dipimpin oleh seorang kepala suku yang
sangat bijaksana dan adil. Kepala suku itu memiliki seorang anak yang
bernama pangeran Surya. Pangeran Surya adalah anak yang cerdas serta
berbudi luhur. Sehingga baik kepala suku maupun anaknya sangat dicintai
oleh rakyatnya.<br />
Pada suatu hari datanglah rombongan yang berasal dari suku kenyah dan
berniat untuk menikahkan putri mereka yang bernama Nirmala yang
mengenakan topeng burung enggang sehingga orang mengira dia adalah putri
yang buruk rupa.<br />
Walaupun mendengar putri yang akan dinikahinya berwajah buruk tapi
surya tetap menuruti permintaan ayahnya. Karena mereka telah dijodohkan
semenjak masih kecil oleh orang tua mereka.<br />
Pada suatu hari ketika Surya dan putri Nirmala sedang berjalan jalan
di puncak bukit, tiba-tiba datanglah angin topan yang membawa Surya ke
sebuah pulau yang belum pernah dijumpainya.<br />
Sepeninggal Surya putri Nirmala sangat sedih karena kehilangan
pangeran yang sangat dicintainya. Tetapi bukan hal nya dengan kepala
suku kenyah yang menuduh pangeran surya sengaja melarikan diri dengan
menggunakan kekuatan angin yang merupakan nenek moyang suku Balik.
Kepala suku kenyahpun mengancam akan menyerang suku Balik apabila
pangeran surya tidak kembali dalam waktu tujuh hari.<br />
Sedangkan dipulau terpencil pangeran surya melakukan perjalanan yang
tidak tentu arah untuk pulang ke desanya , didalam perjalanan pulang dia
mendengar suara minta tolong, setelah didekati ternyata suara itu
adalah seekor orang utan tua yang tertindis dahan pohon. Pangeran Surya
segera menolong orang utan itu dan setelah bebas dari tindisan dahan
pohon itu orang utan itupun memberikan bibit pohon kepada pangeran Surya
seraya berpesan agar ditanam ketika ia membutuhkanya dengan terlebih
dahulu mengucapkan tumbuh-tumbuh meranti, tumbuh-tumbuh meranti.<br />
Pangeran surya pun melanjutkan perjalanannya, di tengah jalan dia
dikejutkan oleh seorang nenek tua renta dan meminta tolong untuk
diambilkan buah kelapa muda, tetapi pohon kelapa itu sangat tinggi,
tingginya sepuluh kali pohon kelapa biasa. Pangeran Suryapun menyanggupi
membantu nenek tua tersebut. Dengan bersusah payah pangeran Surya
akhirnya bisa memetik buah kelapa yang diinginkan nenek tua tersebut.
Setelah melepas dahaga dengan meminum air kelapa nenek tua itu
memberikan sebilah mandau kecil dan beranjak pergi, seraya berkata
gunakanlah jika kamu membutuhkannya dengan mengucapkan papan-papan
belah, papan-papan belah.<br />
Kembali pangeran surya berjalan dan lagi-lagi ia mendengar suara
seekor burung enggang merintih kesakitan, karena sayapnya terluka
tertusuk duri semak tempat dia hinggap, pangeran Surya pun bergegas
memberikan pertolongan kepada burung enggang tersebut dan membalut
lukanya dengan daun pandan. Burung enggang pun berterimakasih kepada
pangeran surya dan memberikan sebuah bulu sayapnya seraya berkata
gunakanlah jika kau membutuhkannya dan ucapkanlah Balik-Balik ke Balik,
Balik-Balik ke Balik.<br />
Pengeran Suryapun melanjutkan perjalanannya, dan diujung
perjalanannya dia sampai dipinggir pantai dan merenung bagaimana dia
harus menyeberang lautan yang seolah tak bertepi tersebut. Namun
tiba-tiba dia teringat pesan orang utan tua yang ditolongnya, segera
pangeran Surya mengeluarkan bibit pohon itu seraya mengucapkan
tumbuh-tumbuh merantu, tumbuh-tumbuh meranti. Ajaib bibit pohon itu
berubah menjadi pohong yang sangat besar. Tetapi pangeran surya menjadi
bingung untuk apa pohon sebesar itu.<br />
Pangeran surya pun kembali teringan akan pemberian sebilah mandau
dari nenek tua, segera pangeran Surya mengayunkan mandau tersebut kearah
pohon itu seraya berkata papan-papan belah, papan-papan belah. Dan
kembali terjadi keajaiban pohon itu terbelah dan menjadi potongan kayu
lebar tipis yang kita kenal sekarang ini dengan sebutan papan.<br />
Pangeran surya segera mendorong papan itu ke laut dan mengeluarkan
bulu enggang dan nenancapkannya didepan potongan kayu itu seraya berkata
Balik-balik ke balik, Balik-balik ke Balik. Bulu enggang itu pun
membesar dan menjadi layar . Pangeran surya pun berlayar menuju kampung
halaman dengan dibantu bulu enggang sebagai penuntun arah.<br />
Dilain tempat dipinggirpantai dua suka yang semula bersahabat hendak
berperang, ratusan prajurit kenyah dengan gagahnya bersiap-siap hendap
menyerang suku balik, tetapi ketika serangan hendak dilakukan tiba-tiba
terdengar suara teriakan nyaring dari laut yang ternyata adalah pangeran
Surya. Putri Nirmala yang ikut serta dalam rombongan ayah nya segera
berlari dan memeluk pangeran surya seraya berkata aku selalu yakin bila
kau akan kembali untukku sembari membuka topengnya, ternyata putri
Nirmala adalah seorang putri yang sangat cantik jelita.<br />
Akhirnya peperangan dapat dicegah dan hari itu pula pangeran Surya
dan putri Nirmala dinikahkan. Adpaun kepala suku kenyah menerima
penjelasan dari pangeran surya dan mengganti nama Suku Balik menjadi
Balikpapan yang sekarang dikenal dengan nama Kota Balikpapan.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-75545377375861899472013-05-05T22:24:00.002-07:002013-05-05T22:24:33.460-07:00Legenda Dirah dan Raja Airlanga<div>
<strong>Penulis: Pekik Bayumukti Utomo </strong>| Editor: Edi Kusumawati<br />
<br />
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_495" style="width: 266px;">
<a href="http://anaknusantara.com/?attachment_id=495" rel="attachment wp-att-495"><img alt="" class="size-full wp-image-495" height="256" src="http://anaknusantara.com/wp-content/uploads/2011/07/00.png" title="00" width="256" /></a><div class="wp-caption-text">
Barongsay (http://www.iconspedia.com/)</div>
<div class="wp-caption-text">
<br /></div>
</div>
Anak-anak ini adalah sedikit kisah dari Pulau Dewata. Ini adalah kisah pertempuran antara kebaikan dan kejahatan.<br />
<br />
Di sebuah desa bernama Desa Dirah/Girah di Kerajaan Kediri, hiduplah
seorang penyihir yang bernama Dayu Datu. Dayu Datu adalah penyihir yang
sangat sakti. Ia adalah penguasa Desa Dirah. Dayu Datu adalah penyihir
kerajaan Kediri.<br />
<br />
Dayu Datu mempunyai anak yang sangat cantik yang bernama Diah Ratna
Mengali. Walaupun cantik namun tidak banyak pemuda yang berminat
melamarnya karena mereka tahu bahwa ibunya Dayu Datu merupakan penyihir
ilmu hitam di Kerajaan Kediri.<br />
<br />
Diah Ratna Mengali ketika berjalan di jalan pedesaan bertemu dengan
Si Brewok. Si Brewok adalah pemuda pemabuk di desa ini. Dia sangat suka
menghina orang dan menjelek-jelekan orang. Ia menghina Diah Ratna
Mengali bisa Leak (melakukan ilmu hitam) sama seperti ibunya.<br />
<br />
“<em>Kalau ibunya penyihir pasti anaknya bisa sihir juga, dasar penyihir!</em>”
hina Si Brewok kepada Diah Ratna Mengali diikuti tawa para
pemuda-pemuda desa Dirah. Mendengar anaknya di jelek-jelekkan, Dayu Datu
tidak terima. Ia merasa terhina dan marah besar.<br />
<br />
Dayu Datu kemudian memanggil murid-muridnya untuk menyebarkan
penyakit di Desa Dirah. Pada malam hari dengan ilmu hitamnya, Dayu Datu
dan murid-muridnya berubah menjadi Leak (setan) dan mengganggu seisi
desa di Kerajaan Kediri.<br />
<br />
Banyak rakyat yang meninggal karena gangguan Leak Dayu Datu dan murid-muridnya termasuk si Brewok yang menghina anaknya.<br />
<br />
Mendengar rakyatnya banyak yang meninggal karena penyakit yang
disebarkan Leak, Raja Airlangga kemudian memerintahkan kepada Panglima
untuk melawan Dayu Datu dan pasukan Leaknya.<br />
Kemudian Panglima segera menuju ke Desa Dirah dan bertempur melawan
Dayu Datu. Pada malam harinya terjadi pertempuran yang sangat sengit
antara pasukan Leak dengan pasukan Kerajaan Kediri. Pada pertempuran
tersebut Panglima berubah menjadi Barong.<br />
<br />
Barong kemudian melawan Leak. Barong tidak bisa melawan Leak yang ilmunya lebih tinggi kemudian Barong pun kalah.<br />
<br />
Mendengar Panglima kalah, Raja Airlangga berpikir keras untuk
menumpas kawanan Leak yang telah membuat banyak rakyatnya meninggal.<br />
<br />
Ia kemudian memanggil Bagawanta Kerajaan (pemuka agama), yaitu Empu
Bharadah untuk memikirkan siasat melawan Dayu Datu dan pasukan ilmu
hitamnya. Empu Bharadah kemudian mengirim anaknya Empu Bahula untuk
berpura-pura menikahi Diah Ratna Mengali.<br />
Empu Bahula bertugas untuk mencuri buku sakti milik Dayu Datu. Di
buku itu terdapat rahasia mengenai Leak dan cara mengalahkannya.<br />
<br />
Pada awalnya Dayu Datu tidak curiga dengan Empu Bahula karena Empu
Bahula dan anaknya saling mencintai. Akan tetapi ternyata Empu Bahula
juga mengemban tugas untuk mengambil buku sakti milik Dayu Datu.<br />
<br />
Merasa dirinya telah di tipu oleh Empu Bharadah, Dayu Datu menantang
Empu Bharadah untuk bertempur di Sentra Ganda Mayu (areal kuburan yang
sangat luas di Kerajaan Kediri).<br />
Di Sentra Ganda Mayu kekuatan Dayu Datu dan pasukan Leaknya sangat
tinggi. Dayu Datu dan pasukan Leaknya dapat berubah wujud menjadi
makhluk-makhluk menyeramkan yang dapat mengeluarkan bola-bola api.<br />
Empu Bharadah yang di tantang juga memperiapkan diri dengan panah
sakti dan didampingi oleh pasukan Balayuda kiriman Raja Airlangga.<br />
Di kuburan luas (Sentra Ganda Mayu) terjadilah pertempuran besar.
Petir dan kilat saling menyambar di Sentra Ganda Mayu. Pasukan Leak
melawan pasukan Balayuda. Bola api menyambar silih berganti dan tidak
sedikit pasukan yang gugur. Pertempuran tersebut sangat lama hingga
berlangsung sampai pagi menjelang. Oleh karena kekuatan Leak hanya kuat
pada malam hari kemudian pasukan Leak Dayu Datu terdesak oleh pasukan
Balayuda dan Empu Bharadah dari Kerajaan Kediri.<br />
<br />
Dayu Datu yang telah terdesak kemudian mengeluarkan kesaktiannya. Ia
berubah menjadi burung garuda berbulu emas dan kemudian melesat ke atas
awan bersembunyi di balik awan.<br />
Empu Bharadah kemudian melesatkan anak panah dari panah saktinya untuk membunuh Dayu Datu yang melesat ke atas awan.<br />
<div id="attachment_103684">
<div class="wp-caption aligncenter" style="width: 227px;">
<a href="http://anaknusantara.com/"><img alt="13036291061822975948" height="210" src="http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2011/04/13036291061822975948.jpg" title="13036291061822975948" width="217" /></a><div class="wp-caption-text">
Melesatkan panah</div>
</div>
<br />
</div>
Akhirnya setelah tertusuk panah sakti dari Empu Bharadah, Dayu Datu
kemudian meninggal dunia dalam pertempuran. Akhirnya penyakit yang
disebarkan di Kerajaan Kediri seketika hilang. Rakyat Kediri pun kembali
hidup tentram dan damai.<br />
<br />
Demikianlah anak-anak cerita singkat yang dapat saya sampaikan.
Mudah-mudahan kita dapat mengambil hikmah dari kisah diatas. Dan jangan
suka menghina seperti Si Brewok hingga membuat Dayu Datu marah besar.<br />
</div>
<br />
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-70861703806425876502013-05-05T22:22:00.004-07:002013-05-05T22:22:57.924-07:00Legenda Pulau Senua Kepulauan Riau<div>
<strong>Penulis: Santi Novaria | </strong>Editor: Dian<br />
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_491" style="width: 488px;">
<a href="http://anaknusantara.com/?attachment_id=491" rel="attachment wp-att-491"><img alt="" class="size-full wp-image-491" height="696" src="http://anaknusantara.com/wp-content/uploads/2011/07/0020.jpg" title="00" width="478" /></a><div class="wp-caption-text">
Pulau (http://www.conceptart.org)</div>
<div class="wp-caption-text">
<br /></div>
</div>
<span style="font-family: tahoma, geneva, sans-serif;"></span><br />
Pada zaman dahulu, di Pulau Natuna, hiduplah sepasang suami istri
yang miskin. Hidup mereka dari hari ke hari tak pernah membaik. Semua
pekerjaan yang mereka upayakan tak pernah bisa cukup untuk sekedar
memperbaiki nasib. Bahkan, untuk makan sehari-hari saja lebih sering tak
cukup.<br />
Hingga suatu hari, sang suami yang bernama Baitusen mendengar cerita
tentang Pulau Bunguran yang kaya akan hasil lautnya. Maka, tak menunda
waktu berlama-lama berangkatlah Baitusen dan Mai Lamah, istri yang
dicintainya ke pulau tersebut.<br />
<br />
Sesampai di Pulau Bunguran, Baitusen bekerja sebagai nelayan
pengumpul siput dan kerang seperti pekerjaan penduduk lainnya. Sedangkan
istrinya, Mai Lamah, membantu membuka kulit kerang untuk dijual sebagai
bahan perhiasan.<br />
<br />
Lama berselang setelah mereka tinggal di Pulau Bunguran, kehidupan
Baitusen dan istrinya mulai membaik. Mereka hidup berbahagia. Tak hanya
itu, penduduk Pulau Bunguran sangat menjunjung tinggi nilai persaudaraan
dan suka menolong tanpa pamrih apapun. Itu jugalah yang membuat
Baitusen kerasan tinggal di sana.<br />
<br />
Kebahagiaan Baitusen dan Mai Lamah makin bertambah ketika Mai Lamah
mulai mengandung. Baitusen yang begitu tahu perihal kehamilan istrinya
semakin giat bekerja. Hasil tangkapannya sekarang bukan hanya kerang.<br />
<br />
Baitusen mulai mencari teripang dan hasil laut lainnya. Harga
teripang kering di daratan Cina sangat mahal. Dengan sekuat tenaga,
Baitusen mengupayakan apa saja demi kesejahteraan keluarganya. Dia tidak
ingin anaknya hidup susah seperti yang pernah dia alami sebelumnya.<br />
<br />
Kegigihan Baitusen bekerja membuahkan hasil. Namanya semakin terkenal
di antara para pedagang Cina pembeli teripang kering. Tak perlu
menunggu lama, sejak menjadi nelayan penangkap teripang Baitusen menjadi
orang terkaya dan terpandang di kampungnya.<br />
<br />
Agaknya, kekayaan dan hidup mewah telah membutakan mata hati Mai
Lamah. Mai Lamah telah menjadi nyonya kaya yang tinggi hati lengkap
dengan dandanan yang seakan-akan menunjukkan kesombongannya. Mai Lamah
lupa daratan. Silaunya harta telah merubah perangainya. Acap dia berkata
kasar dan menyakiti hati tetangganya, ditambah lagi sifatnya yang
sangat kikir dan tak peduli pada kesusahan tetangga. Teguran demi
teguran dari suaminya tak pernah dihiraukan.<br />
<br />
Para tetangga mulai menjauh dari keluarga Baitusen perlahan-lahan.
Mereka mulai enggan untuk menyapa Mai Lamah, tetapi Mai Lamah justru
merasa beruntung.<br />
<br />
”Baguslah lagi macam ni. Tak banyak yang nak menyusahkan hidup kita,
Bang,” begitu ucapan Mai Lamah pada suaminya suatu hari. Baitusen coba
menasehati. Tapi, yang didapat Baitusen hanya kemarahan dari Mai Lamah.
Mai Lamah tak bisa lagi masuk nasihat.<br />
<br />
Hari berlalu begitu cepat hingga tak terasa tibalah waktunya bagi Mai
Lamah untuk melahirkan. Baitusen yang panik mendengar erangan sakit
dari istrinya, mencari pertolongan pada dukun beranak kampung yang biasa
menolong orang-orang. Akan tetapi, karena rasa sakit hati akan ucapan
Mai Lamah yang pernah menghina dirinya, membuat dukun beranak tadi tak
sudi menolong Mai Lamah. Hatinya terlanjur terlalu luka oleh perkataan
istri Baitusen.<br />
<br />
Telah satu kampung dikelilingi Baitusen untuk mencari pertolongan
bagi istrinya, tetapi tak satu pun yang sudi menolong. Tak ada jalan
lain. Baitusen tak tega melihat istrinya menanggung rasa sakit semakin
lama.<br />
<br />
“Baik kita ke dukun beranak di seberang pulau sana saja, Dik.”
Baitusen mencoba membujuk istrinya, “Abang dengar dekat sana ada yang
bisa membantu. Baik kita bergegas.”<br />
<br />
Mai Lamah yang tak punya pilihan lain akhirnya setuju. “Tapi, jangan
lupa bawa juga semua emas kita, Bang.” Baitusen terpaksa menurut dan
kembali lagi untuk mengambil emas dan memasukkannya ke perahu yang akan
membawa mereka ke seberang.<br />
<br />
Baitusen mendayung perahu dengan sekuat tenaga agar tiba di pulau
seberang lebih cepat. Namun, sekuat apa pun Baitusen mengayuh, perahunya
tetap saja tak bisa bergerak lebih cepat. Gelombang pasang memperlambat
laju perahu. Ditambah lagi berpeti-peti emas yang memberati kapal.<br />
<br />
Semakin ke tengah, perahu makin berguncang diamuk arus gelombang.
Setengah mati Baitusen mendayung hingga habis seluruh tenaganya. Air
semakin banyak masuk ke dalam perahu. Mai Lamah menjerit ketakutan. Di
ujung sana, ombak besar menunggu untuk melahap perahu mereka. Dengan
sekali sapuan, perahu terobang-ambing hingga kemudian terbalik dan
tenggelam. Karam.<br />
Tubuh Baitusen dan Mai Lamah hanyut terbawa gelombang air laut dan
terdampar di pantai Pulau Bunguran Timur. Hujan deras dan angin kencang
berpadu dengan kilat tak berhenti. Petir dan tiupan angin seolah saling
bersahutan menyambut kedatangan sepasang suami istri yang terkapar di
bibir pantai. Mai Lamah yang berbadan dua tersambar petir berkali-kali
hingga mengubah tubuhnya menjadi batu.<br />
<br />
Semakin lama, batu jelmaan tubuh Mai Lamah semakin membesar dan
menjadi sebuah pulau yang dinamakan Pulau Senua. Sedangkan perhiasan
emas yang dikenakan Mai Lamah berubah menjadi Pulau Bunguran.<br />
___________<br />
<br />
<em>Catatan kaki: Oleh masyarakat sekitar, nama Senua berarti satu
tubuh berbadan dua. Terletak di ujung Tanjung Senubing, Bunguran Timur.
Saat ini, Pulau Bunguran terkenal sebagai pusat sarang burung Walet.</em><br />
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-29645495955824769512013-05-05T22:20:00.003-07:002013-05-05T22:20:51.685-07:00Legenda Telaga Pasir<strong>Oleh: Khussy Alfarisi </strong>|<strong> </strong>Editor: Dian<br />
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_535" style="width: 650px;">
<a href="http://anaknusantara.com/?attachment_id=535" rel="attachment wp-att-535"><img alt="" class="size-full wp-image-535" height="480" src="http://anaknusantara.com/wp-content/uploads/2011/07/0028.jpg" title="00" width="640" /></a><div class="wp-caption-text">
Kehidupan di desa kecil (http://services.flikie.com/)</div>
<div class="wp-caption-text">
<br /></div>
</div>
Telaga Pasir atau lebih dikenal dengan nama Telaga Sarangan terletak
di lereng Gunung Lawu di Kabupaten Magetan. Ada legenda tentang telaga
ini.<br />
<br />
Alkisah pada jaman dahulu, ada sepasang suami istri bernama Kyai
Pasir dan Nyai Pasir. Mereka tinggal di lereng gunung Lawu. Gunung yang
lahannya subur, hutannya terjaga. Mereka hidup hanya berdua tanpa anak.
Walau begitu mereka bahagia. Setiap hari mereka pergi ke ladang untuk
bercocok tanam.<br />
<br />
Hingga suatu hari setelah mencangkul, Kyai Pasir beristirahat di
bawah rindangnya pohon sambil menikmati bekal yang dibawakan istrinya.
Angin yang semilir membuatnya mengantuk. Akhirnya dia memutuskan untuk
pulang ke rumah. Tetapi saat dia bangkit, dia melihat dua butir telur
yang ukurannya tidak biasa. Besar. Rejeki, itu yang dipikirkan oleh Kyai
Pasir. Akhirnya dia memungut kedua butir telur itu dan membawanya
pulang.<br />
<br />
Dengan langkah girang dia sampai di rumah. Istri yang setia
menemaninya itu menyambut kedatangannya dengan wajah terheran-heran.
Mengapa suaminya kelihatan gembira?<br />
“Ada apa, Pak? Kok, kelihatannya gembira sekali,” Nyai Pasir duduk di
balai-balai depan rumah sambil mengangsurkan kendi air kepada
suaminya. Kyai Pasir meletakkan cangkulnya dan meletakkan bungkusan di
atas balai-balai. Diteguknya air pemberian isterinya. Air kendi memang
menyegarkan. Kendi itu ditaruh di samping tempat dia duduk. “Apa itu,
Pak?” Nyai Pasir meraih bungkusan yang tergeletak dan membukanya. Dia
kaget, dilihatnya ada dua butir telur yang besar. Dia kelihatan gembira.
“Wah, Bapak dapat ini dari mana?”<br />
<br />
“Tadi waktu hendak pulang, saya menemukan itu Bu. Masaklah untuk lauk kita nanti,” Kyai Pasir membaringkan dirinya.<br />
<br />
“Baiklah Pak. Bapak istirahat saja dulu. Saya masak telur ini dulu,”
Nyai Pasir bangkit sambil membawa kedua butir telur itu ke dapur. Wah,
malam ini makan enak, itu yang dipikirkannya.<br />
<br />
<div class="wp-caption aligncenter" style="width: 809px;">
<a href="http://anaknusantara.com/"><img alt="" height="800" src="http://www.openclipart.org/image/800px/svg_to_png/Sheep_003_Cartoon_Easter_Eggs.png" width="799" /></a><div class="wp-caption-text">
Ilustrasi telur (http://www.openclipart.org)</div>
</div>
<div style="text-align: center;">
*</div>
Beberapa saat kemudian, Nyai Pasir membangunkan suaminya. “Pak, bangun. Makanan sudah siap. Ayo kita makan, Pak.”<br />
<br />
Kyai Pasir membuka matanya dan bangkit. Dia belum bisa membuka
matanya dengan benar, mungkin masih mengantuk. Diseret langkahnya ke
dalam rumah karena mencium bau harum makanan yang sudah dihidangkan
isterinya.<br />
<br />
“Wah….. Baunya harum, Nyi. Isteriku ini memang jago memasak ya?” Kyai
Pasir tersenyum. Nyai Pasir memberikan piring tanah liat kepada
suaminya. Nasi putih hangat dan telur bakar. Pasti nikmat. Apalagi ada
sambalnya. Kyai Pasir segera mengambil nasi dan menguliti telur. Mereka
berbagi telur satu-satu. Nikmat yang mereka rasakan hari itu. Setelah
selesai makan, mereka duduk sebentar. Perut rasanya penuh. Nyai Pasir
juga tidak segera membereskan sisa makanan mereka.<br />
<br />
Sambil mengipas-ngipas tubuhnya yang gerah dengan kipas bambu, mereka
berdua merasakan ada yang aneh di tubuh mereka. Semakin lama semakin
terasa panas. Seluruh tubuh terasa gatal. Mereka menggaruk tubuh mereka
hingga akhirnya tidak kuat dan berteriak meminta pertolongan. Mereka
bergulingan di tanah. Berputar-putar sambil menggosokan badan mereka ke
tanah.<br />
<br />
Semakin lama tiba-tiba tubuh mereka keluar sisik. Mulai dari kaki
hingga akhirnya seluruh tubuhnya. Mereka semakin meronta dan berputar di
tanah. Tanah tempat mereka bergulingan menjadi sebuah lubang besar dan
semakin dalam. Semakin lama semakin dalam dan mengeluarkan air hingga
meluap dan membentuk sebuah telaga. Setelah itu dari dalam air itu
muncul dua naga yang merupakan penjelmaan dari Kyai dan Nyai Pasir.<br />
<br />
Tlogo Pasir atau Telaga Pasir, lebih dikenal dengan Telaga Sarangan<br />
Hingga saat ini, banyak penduduk setempat yang sering melihat siluet
naga muncul dari dalam telaga. Cerita ini pun turun temurun sering
diceritakan dan menjadi sebuah legenda bagi masyarakat di sekitar Telaga
Pasir.<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
Moral cerita: janganlah mengambil barang yang bukan menjadi hak milik kita kalau tidak ingin kena masalah nantinya.<br />
*Berdasarkan cerita yang turun temurun diceritakan dan dipercaya. Saya ceritakan kembali dengan gaya bercerita saya sendiri.Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-5897592359922830684.post-74421785486110392592013-05-05T22:20:00.001-07:002013-05-05T22:20:37.819-07:00Legenda Pohon Kutukan<div>
<strong>Penulis: Palris Jaya | </strong>Editor: Afandi<br />
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_511" style="width: 490px;">
<a href="http://anaknusantara.com/?attachment_id=511" rel="attachment wp-att-511"><img alt="" class="size-full wp-image-511" height="350" src="http://anaknusantara.com/wp-content/uploads/2011/07/0023.jpg" title="00" width="480" /></a><div class="wp-caption-text">
Pohon (http://www.gardeningsite.com/)</div>
<div class="wp-caption-text">
<br /></div>
</div>
Di tepi hutan pinus, tinggal Bidara dan Bidari. Mereka sudah yatim
piatu. Mereka hidup rukun dan saling mengasihi. Sang kakak, Bidara
seorang gadis jelita dengan kulit kuning bercahaya. Rambutnya hitam
tergerai indah. Hidungnya mancung. Tatapan matanya indah berbinar riang.
Dan bibirnya selalu tersenyum ramah.<br />
<br />
Namun sayang, Bidara memiliki suara yang sangat jelek. Bila
berbicara, suaranya terdengar aneh dan sumbang. Seperti suara angsa di
telaga.<br />
<br />
Sedangkan adiknya, Bidari, sangat jauh berbeda. Bidari semenjak lahir
terkena penyakit aneh. Kulitnya hitam kasar. Rambutnya seperti pohon
meranggas, sangat sedikit dan jarang-jarang. Sehingga kulit kepalanya
yang hitam kelihatan. Matanya putih keruh.<br />
Tetapi Bidari memiliki suara yang sangat indah. Bila bernyanyi suara
merdu terdengar hingga ke pelosok hutan. Bidari sangat pandai bernyanyi.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
Suatu hari, datang utusan istana ke gubuk mereka. Pangeran Kristo hendak menyunting Bidara menjadi permaisurinya.<br />
<br />
Bidara cemas dan sedih.<br />
“Aku tidak mau meninggalkan kamu sendirian. Lebih baik aku menolak saja lamaran itu,” kata Bidara murung.<br />
<br />
“Percayalah, Kak, aku akan baik-baik saja. Mungkin sudah takdirmu menjadi permaisuri,” bujuk Bidari.<br />
<br />
“Siapa yang akan menemani kamu nanti?” kata Bidara.<br />
<br />
“Bukankah teman-temanku banyak di hutan? Mereka selalu dapat menghiburku,” ucap Bidari.<br />
<br />
“Bidari, aku cemas meninggalkanmu,” kata Bidara sedih.<br />
<br />
“Aku dapat menjaga diriku. Oh, ya, aku ingin memberikan hadiah untukmu, Kak,” ujar Bidari dengan suara riang.<br />
<br />
“Apakah itu?”<br />
<br />
“Aku ingin memberikan suaraku untukmu.”<br />
<br />
“Tapi bagaimana dengan suaramu nanti?” tanya Bidara keberatan.<br />
<br />
“Aku tidak membutuhkannya di tengah hutan begini. Kau lebih
membutuhkannya di depan rakyatmu dalam mendampingi tugas Pangeran
Kristo.”<br />
<br />
Kemudian Bidari mengusap lehernya. Sehelai cahaya berwarna emas
ditariknya dari leher. Lalu diikatkannya ke leher Bidara, benang cahaya
itu lenyap ke dalam leher Bidara. Kakaknya itu menangis penuh haru.<br />
<br />
“Kau sangat tulus, Bidari. Aku akan selalu merindukanmu,” ucap
Bidara. Suaranya telah berubah menjadi merdu dan indah. Mereka
berpelukan erat seakan tak ingin berpisah.<br />
Tiga hari kemudian, utusan Pangeran Kristo datang menjemput Bidara ke istana. Mereka pun berpisah.<br />
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_977" style="width: 367px;">
<a href="http://anaknusantara.com/?attachment_id=977" rel="attachment wp-att-977"><img alt="" class="size-full wp-image-977" height="425" src="http://anaknusantara.com/wp-content/uploads/2011/07/0070.jpg" title="00" width="357" /></a><div class="wp-caption-text">
Bidara akan di jemput ke Istana (http://grou.ps/duniaanak)</div>
</div>
<div style="text-align: center;">
***</div>
Sepeninggal Bidara, Bidari sering terlihat murung dan suka melamun.
Siang itu Bidari sedang beristirahat di tepi sebuah telaga. Dia mencari
kayu bakar terlalu jauh ke dalam hutan.<br />
<br />
“Kau pasti teringat kakakmu?” tegur sebuah suara aneh. Bidari terkejut memandang sekelilingnya.<br />
“Siapakah kamu? Aku tidak melihat siapa pun,” ujar Bidari. Hanya
bibirnya saja yang bergerak-gerak. Sebab, suaranya telah lenyap.<br />
<br />
“Aku adalah pohon tempatmu berteduh,” jawab suara aneh itu.<br />
<br />
Bidari terkejut. Lalu memerhatikan sebatang pohon aneh tempat dia
bernaung. Pohon itu hitam meranggas. Terlihat sangat tua dan lapuk.
Namun seluruh cabangnya ditumbuhi semacam benalu berwarna merah. Bidari
tidak pernah melihat pohon aneh itu.<br />
<br />
“Aku seorang pangeran yang disihir oleh Penyihir Rimba Gelap. Karena
aku tersesat ke wilayah kekuasaannya. Maukah kau menolongku?”<br />
<br />
“Apa yang dapat aku lakukan?”<br />
<br />
“Bersihkan semua benalu merah ini dari pohonku. Semakin lama aku bisa
mati kehabisan sari hidup yang diserapnya dari tubuhku,” kata pohon itu
lagi.<br />
<br />
Sesaat Bidari ragu. Pohon itu sangat tua dan rapuh. Kelihatan tidak
kuat menahan berat tubuhnya. Namun Bidari meneguhkan hati. Hati-hati
Bidari mulai memanjat. Semakin lama semakin tinggi. Tangannya cekatan
mencabuti benalu merah dari pohon itu.<br />
<br />
Tiba-tiba… krak! Bidari menginjak dahan yang paling rapuh. Tubuhnya melayang jatuh. Kemudian Bidari tidak ingat apa-apa lagi.<br />
<br />
<div style="text-align: center;">
***</div>
Ketika sadar, seorang pemuda tampan duduk di samping Bidari.<br />
<br />
“Siapakah kamu?” tanya Bidari terkejut. Aneh, suaranya terdengar
merdu. “Oh, aku kembali memiliki suara,” ucapnya bahagia. Kemudian dia
tersentak kaget. Penyakit aneh yang dideritanya telah sembuh. Dia
menjadi gadis jelita.<br />
<br />
“Aku Pangeran Kristaka yang dikutuk menjadi pohon. Kau membebaskan
kutukanku. Tubuhmu jatuh ke dalam telaga yang bercampur benalu merah.
Airnya berkhasiat menyembuhkan penyakitmu. Aku yang menolongmu dari
dalam telaga,” ujar pemuda tampan itu. Bidari terpana. Raut wajah
Pangeran Kristaka tak beda jauh dengan Pangeran Kristo.Kemudian Pangeran
Kristaka meminang Bidari menjadi permaisuri, dan membawanya ke istana.
Bidari sangat bahagia, karena bisa berkumpul kembali dengan kakaknya,
Bidara, di istana….<br />
<div class="wp-caption aligncenter" id="attachment_978" style="width: 630px;">
<a href="http://anaknusantara.com/?attachment_id=978" rel="attachment wp-att-978"><img alt="" class="size-large wp-image-978" height="427" src="http://anaknusantara.com/wp-content/uploads/2011/07/0071-1024x706.jpg" title="00" width="620" /></a><div class="wp-caption-text">
Bidari pun akan di bawa ke Istana (http://2.bp.blogspot.com)</div>
</div>
<div style="text-align: center;">
——-</div>
</div>
Anonymoushttp://www.blogger.com/profile/07018740652074402129noreply@blogger.com0